Senin, 23 Mei 2011

Kelapa sawit

Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas unggulan yang memberikan kontribusi penting pada pembangunan ekonomi Indonesia, khususnya pada pengembangan agroindustri. Luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia tahun 1996mencapai 2 juta Ha dengan produksi CPO hampir 5 juta ton. Pada tahun 2010 luas perkebunan kelapa sawit direncanakan akan mencapai 7 juta Ha, dengan produksi CPO lebih dari 12 juta ton. Pada tahun tersebut Indonesia diharapkan akan menjadi negara penghasil minyak sawit terbesar di dunia.

Keberadaan minyak kelapa sawit sebagai salah satu sumber
minyak nabati relatif
cepat diterima oleh pasar domestik dan pasar dunia. Peningkatan
konsumsi minyak nabati dalam negeri terlihat dari tahun 1987 hingga
tahun 1995, permintaan lokal akan minyak nabati naik dengan laju
rata-rata 5.6% per tahunnya. Peningkatan ini sebagian disebabkan
karena peningkatan jumlah penduduk sebesar 1.98% dan peningkatan
konsumsi minyak nabati per kapita sebesar 2.27%. Sedangkan laju
peningkatan permintaan akan minyak kelapa sawit adalah 9% (hampir
dua kali dari laju peningkatan permintaan akan minyak nabati).


CPO

Dalam rangka mengantisipasi melimpahnya produksi CPO, maka diperlukan usaha untuk mengolah CPO menjadi produk hilir. Pengolahan CPO menjadi produk hilir memberikan nilai tambah tinggi. Produk olahan dari CPO dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu produk pangan dan non pangan. Produk pangan terutama minyak goreng dan margarin. Produk non pangan terutama oleokimia yaitu ester, asam lemak, surfaktan, gliserin dan turunan-turunannya. Industri penghasil oleokimia termasuk industri kimia agro (agrobased
chemical industry) yaitu industri yang mengolah bahan baku yang
dapat diperbaharui (renewable), merupakan industri yang bersifat
resources-based industries dan mempunyai peranan penting dalam

upaya pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat luas (basic needs) seperti kosmetika, produk farmasi dan produk konsumsi lainnya. Selain itu industri tersebut berperan pula dalam pemerataan dan pertumbuhan ekonomi (economic growth with equality) serta pemberdayaan ekonomi rakyat. Sampai saat ini beberapa produk industri bahan kimia khusus yang berbasis CPO sepenuhnya masih tergantung impor, seperti produk isopropyl palmitat, isopropyl miristat,

asam palmitat dan asam oleat. Pengembangan industri bahan kimia khusus di dalam negeri yang menghasilkan produk-produk tersebut mempunyai prospek yang baik. Hal ini didukung potensi pasar dalam negeri cukup besar seperti industri kosmetika yang berjumlah sekitar 600 perusahaan besar dan kecil serta industri farmasi, yang sebagian besar membutuhkan produk-produk kimia khusus yang berbasis CPO.
Produk olahan CPO yang merupakan non pangan diantaranya
adalah oleokimia.

Salah satu produk turunan oleokimia adalah ester, contohnya adalah metil ester. Asam lemak metil ester mempunyai peranan utama dalam industri oleokimia. Metil ester digunakan sebagai senyawa intermediate untuk sejumlah oleokimia yaitu seperti fatty alcohol, alkanolamida,α -sulfonat, metil ester, gliserol monostearat, surfaktan gliserin dan asam lemak lainnya. Perusahaan Lion of Japan bahkan telah menggunakan metil ester untuk memproduksi sabun mandi yang berkualitas, selain itu metil ester saat ini telah digunakan untuk membuat minyak diesel sebagai bahan bakar alternatif. Metil ester mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan asam lemak, diantaranya yaitu: 1) Pemakaian energi sedikit karena membutuhkan suhu dan tekanan lebih rendah dibandingkan dengan asam lemak; 2) Peralatan yang digunakan murah. Metil ester bersifat non korosif dan metil ester dihasilkan pada suhu dan tekanan lebih rendah, oleh karena itu proses pembuatan metil ester menggunakan peralatan yang terbuat dari karbon steel, sedangkan asam lemak bersifat korosif sehingga membutuhkan peralatan stainless steel yang kuat; 3) lebih banyak menghasilkan hasil samping gliserin yaitu konsentrat gliserin melalui reaksi transesterifikasi kering sehingga menghasilkan konsentrat gliserin, sedangkan asam lemak, proses pemecahan lemak menghasilkan gliserin yang masih mengandung air lebih dari 80%, sehingga membutuhkan energi yang lebih banyak; 4) metil ester lebih mudah didistilasi karena titik didihnya lebih rendah dan lebih stabil

terhadap panas; 5) dalam memproduksi alkanolamida, ester dapat menghasilkan superamida dengan kemurnian lebih dari 90% dibandingkan dengan asam lemak yang menghasilkan amida dengan kemurnian hanya 65-70%; 6) metil ester mudah dipindahkan dibandingkan asam lemak karena sifat kimianya lebih stabil dan non korosif. Metil ester dihasilkan melalui reaksi kimia esterifikasi dan transesterifikasi. Esterifikasi adalah reaksi asam dengan alkohol menggunakan katalis asam menghasilkan ester. Katalis yang biasa digunakan adalah asam sulfur. Persamaan reaksinya adalah sbb:
asam
RCOOH + R’OH RCOOR’ + H2O
Asam alkohol katalis ester air

Pada reaksi transesterifikasi, terjadi pemindahan alkohol dari suatu ester menjadi alkohol lain dalam proses yang sama melalui hidrolisis. Pada reaksi ini, jika suatu ester dipecah oleh alkohol maka reaksinya disebut alkoholisis. Persamaan rekasinya adalah sbb:
NaOCH3
RCOOR’ + ROH RCOOR’’ + R’OH
ester alkohol ester alkohol

Reaksi transesterifikasi merupakan reaksi kesetimbangan. Untuk menggeser reaksi ke sebelah kanan, harus menggunakan alkohol berlebih. Pada reaksi ini, ester baru akan terbentuk. Katalis yang paling efektif digunakan adalah sodium metilate. Tetapi selain itu dapat digunakan juga sodium hidroksida. Jika pada reaksi ini, alkohol yang digunakan adalah metanol, maka reaksinya disebut metanolisis. Metanol sering digunakan karena harganya lebih murah. Reaksi transesterifikasi menggunakan metanol dapat dilihat sebagai berikut:

RCOOCH2 CH2OH
NaOCH3
RCOOCH + 3 CH3OH 3 RCOCH3 + CHOH
katalisRCOOCH2 CH2OH
lemak/minyak metanol metil ester gliserin


Kajian Pasar
Pengembangan produk turunan minyak sawit penting untuk
dilakukan mengingat

peningkatan nilai tambah yang dapat diperoleh. Sebagai bahan perbandingan, pada Gambar .1 disajikan perkembangn harga produk- produk oleokimia yang menggunakan CPO sebagai bahan baku. Produk hilir sawit lanjutan yang dapat dihasilkan melalui penerapan proses lanjutan terhadap produk-produk oleokimia yang telah berkembang di Indonesia akan memberikan tambahan nilai tambah yang cukup besar. Nilai tambah produk hilir sawit tersebut akan lebih besar dibandingkan nilai tambah produk-produk oleokimia.

Peluang pengembangan produk turunan (hilir) minyak sawit mengingat lembaga-lembaga riset di Indonesia telah melakukan riset- riset mengenai produk hilir sawit. Riset-riset produk hilir sawit yang telah dikembangkan hingga skala produksi pilot plant oleh lembaga riset di Indonesia sangat baik untuk diaplikasikan ke skala industri.
Oleokimia

Produk oleokimia sangat prospektif untuk dikembangkan sebagai salah satu jawaban kurang prospektusnya harga CPO dan PKO karena berlawanan dengan kondisi supply demand minyak mentah nabati yang saat ini dan di masa yang akan datang berada dalam posisi
excess supply, kesetimbangan produk oleokimia dunia justru

diperkirakan masih akan berada dalam kondisi excess demand hingga beberapa tahun mendatang. Kondisi excess demand pada produk oleokimia ini tentu merupakan sebuah indikasi akan prospektifnya harga komoditi tersebut. Menurut FAO, di pasar dunia saat ini terjadi pertumbuhan demand yang stabil atas produk-produk oleokimia dengan pertumbuhan 3% per tahunnya. Diramalkan pertumbuhan industri oleokimia yang terbesar akan terjadi di kawasan Asia.

Pertumbuhan industri oleokimia yang diperkirakan terjadi sangat pesat di kawasan Asia sebenarnya tidak terlepas dari pertumbuhan produksi minyak nabati (bahan baku industri oleokimia) yang sangat tinggi di kawasan tersebut. Pada tahun 1960, produksi minyak dan lemak Asia baru mencapai 7.5 juta ton (24.12% dari produksi minyak dan lemak dunia), namun kemudian produksi minyak dan lemak nabati kawasan Asia meningkat pesat dimana produksi minyak dan lemak kawasan ini pada tahun 1980 menjadi 8.4 juta ton (20.95% dari total produksi dunia). Peningkatan produksi minyak dan lemak Asia selanjutnya terus mengalami peningkatan hingga pada tahun 2000, kawasan ini telah menjadi kawasan produsen minyak dan lemak nabati utama dunia dengan total produksi minyak dan lemak nabati mencapai 39.3 juta ton (37.43% dari total produksi dunia). Selama kurun waktu 1960- 2000, produksi minyak dan lemak kawasan Asia telah mengalami perkembangan sebesar rata-rata 53.63% per tahunnya.

Di pasar, produk oleokimia alami hanya mengalami persaingan dari produk substitusinya, yaitu oleokimia natural, terlihat dalam industri surfactant alcohols (fatty alcohols). Namun menurut FAO, sejak tahun 1995 sekitar 52% dari produksi fatty alcohols dunia berasal dari minyak nabati, selanjutnya badan dunia tersebut memperkirakan bahwa penggunaan minyak nabati, selanjutnya badan dunia tersebut memperkirakan bahwa penggunaan minyak nabati dalam industri fatty alcohol akan terus meningkat dan peningkatan yang terbesar akan terjadi di kawasan Asia Tenggara.
Supply dan Demand Oleokimia Dunia
Menurut FAO, sebagian besar permintaan dunia akan produk-produk

oleokimia didominasi atas permintaan akan dua produk, yaitu:
1. fatty acid (± 50% dari total permintaan dunia akan oleokimia)
2. fatty alkohol (± 20% dari total permintaan dunia akan oleokimia)
Kondisi kesetimbangansupply-demand oleokimia dunia setidaknya
dilihat dari posisi kesetimbangan antara total produksi dan total

konsumsi dunia, dimana total produksi dinyatakan sebagai supply dan total konsumsi dinyatakan sebagai demand. Perkiraan besarnya produksi dan konsumsi dari fatty acid dunia diperkirakan dari persentase pertumbuhan produksi dan konsumsi komoditi ini yang dikeluarkan oleh FAO. Hingga tahun 2005, kesetimbangan supply demand komoditi fatty acid dunia akan berada dalam kondisi excess demand. Hal ini tentu secara otomatis menunjukkan bahwa hingga tahun 2005 akan terjadi peningkatan harga komoditi fatty acid di pasar dunia. Kesetimbangan supply dan demand dari fatty alcohol dunia

diperkirakan dengan berdasarkan asumsi-asumsi berikut:
1. Pertumbuhan demand fatty alcohol = 3.5% per tahun (APOLIN 2001)
2. Produksi natural fatty alcohol tahun 2000 = 0.627 juta ton (FAO,
2000)
3. Demand fatty alcohol 2000 = 1.6 juta ton (APOLIN, 2000)
4. Pertumbuhan produksi natural fatty alcohol per tahun = 4.6% (FAO,
2000)
Komoditi fatty alcohol hingga tahun 2005 diperkirakan juga akan
berada dalam kondisi ekses demand. Hal ini tentunya merupakan
indikator yang baik akan kemungkinan peningkatan harga komoditi ini
hingga tahun 2005.
Perkembangan Produksi dan Kapasitas Oleokimia Dunia

Dari tahun 1998 hingga tahun 2000, pertumbuhan produksi oleokimia natural dunia terlihat cukup stabil, dengan total pertumbuhan rata-rata sebesar 2.8%. Pertumbuhan produksi oleokimia dunia dalam periode 1988-2000 terdapat pada komoditi fatty acid methyl ester yang selama periode tersebut telah mengalami pertumbuhan produksi sebesar 6.45 per tahunnya. Natural fatty alcohol yang selama periode yang sama mengalami pertumbuhan produksi rata-rata sebesar 4.6% per tahunnya. Meskipun demikian, produksi natural oleokimia dunia hingga tahun 2000 masih didominasi oleh natural fatty acids dan natural fatty alcohol. Dari tahun 1988

hingga tahun 2000, produksi natural fatty acid dunia rata-rata mencapai 64.61% dari total produksi natural oleokimia dunia, sedangkan proporsi produksi natural fatty alcohol mencapai 13.04% dari total produksi natural oleokimia dunia. Besarnya proporsi produksi dari natural oleokimia dunia ini sebenarnya tidak terlepas dari tingginya permintaan dunia akan kedua komoditi tersebut.
Ekspor Impor Oleokimia

Ekspor industri oleokimia telah dilakukan ke berbagai negara. Pasar ekspor yang selama ini prospektif untuk komoditi asam lemak adalah Singapura, Eropa (Jerman Prancis, Inggris, Belanda, Denmark dan Belgia), Jepang dan Amerika Serikat. Negaranegara konsumen utama deterjen adalah Amerika Serikat (29,1 kg/kapita/tahun), Eropa (15,5 kg/kapita/tahun), Singapura (7,8 kg/kapita/tahun) dan Jepang (7,2 kg/kapita/tahun); sedangkan konsumen utama sabun berturut-turut adalah Singapura (4,5 kg/kapita/tahun), Amerika Serikat (2,8 kg/kapita/tahun) dan Eropa (2,3 kg/kapita/tahun). Sejalan dengan peningkatan jumlah dan pendapatan penduduk, kebutuhan akan kedua produk tersebut (deterjen dan sabun) tampaknya akan semakin meningkat (AP31, 1993;Tri Karya Pecindo, 1995).
Oleokimia(JAOCS 62(2), 317, (85)

Oleokimia adalah bahan kimia yang dihasilkan dari minyak dan lemak, iaitu
penukaran trigliserida kepada bahan kimia. Oleokimia boleh dibahagi kepada
dua kumpulan:
1. Oleokimia asas
- asid lemak, ester, lemak alkohol, gliserol
2. Oleokimia terbitan (oleokimia sekunder)
- bahan kimia terbitan dari oleokimia asas, contoh amida
- ethoxylated fatty acids, fatty ether sulfates

Pada masa dahulu sumber oleokimia berasaskan C12 – C14 diperolehi dari
minyak kelapa. Manakala sumber C16 – C18 diperolehi dari lemak haiwan
(tallow). Memandankan bekalan dan pengeluaran minyak sawit bagitu banyak,
berlemak diguna dalam pembuatan surfaktan yang kemudian diguna dalam penghasilan bahan pembasuh dan bahan pencuci, fabric softener,co s metic pengesteran
syndets(shampoos, foam baths, liquid soaps etc.). Di antara surfaktant terbitan

alkohol berlemak ialah ethoxylated compounds dan fatty alcohol ether sulfates.
Bidang baru penggunaan alkohol berlemak ialah penyediaan sebatian alkil
glukosid. Surfaktan ini mempunyai beberapa kebaikan seperti mudah
kepercahan biologi, ketoksidan air rendah (low aquatic toxity) dan sifat
detergensi yang baik.
f) Gliserol

Gliserol merupakan hasil sampingan proses pemecahan minyak dan proses
alkoholisis trigliserida.
CH2CO-OR CH2OH
CHCO-OR 3CH2OH 3RO-OCH3 + CHOH
CH2CO-OR CH2OH
Kedua-dua proses di atas menghasilkan di antara 10 30 % campuran gliserol
dengan air (sweet-water) yang kemudian diproses untuk mendapatkan
gliserol tulin. Gliserol berkualiti tinggi diperolehi melalui rawatan dengan
karbon teraktif.
Penggunaan:
1. sebagai pembawa dalam bahan farmasi
2. sebagaihu ma ctan t dalam bahan farmasi
3. ramuan penting dalam bahan peletup
4. bahan mentah pembuatan pengemulsi makanan (mono- dan digliserida).
d) Terbitan Asid Lemak
- Asid lemak terbitan lain
- 4 katogeri asid lemak digunakan
i) Rantai pendek tepu: < C14
ii) C16 - C18 tepu atau sederhana tak tepu atau campuran
iii) sangat tak tepu
iv) lain-lain minyak - fish oil
Hasil utama

1) Detergents
hidrofobik hidrofilik
2) Emulsifiers
3) Gliserol, ester, fatty acid
Rujukan:
1. OLEAGINEUX 40(12), 613 -624 (1985)
2. ELAEIS - ?
ANALISIS MINYAK SAWIT

A) Analisis fizikal
B) Analisis kimia
A) Analisis fizikal

a) Takat asap (smoke pt)
- suhu di mana minyak & lemak mulai menghasilkan asap
- takat asap bergantung kepada kandungan FFA, dan bahan-bahan boleh meruap
lain dalam minyak - merendahkan TA.
- TA tinggi diperlukan: eg minyak goreng
b) Takat lebur
c) Warna

- Penunjuk mutu minyak
- Lovibond Tintometer
- perlu clear, light coloured oil
d) Titer (titre)

Jarang digunakan
Dua tujuan
i) mengkelaskan lemak untuk pengeluaran sabun dan
asid lemak
ii) pengkelasan lemak keras (hard fats)
Difinasi: kenaikan suhu maksimum semasa pendinginan/penghabluran asid
lemak lebar.
3) Indeks lemak pepejal (ILP)
- ukuran kandungan lemak pepejal

- dikira dari nilai ditalasi (perubahan isipadu lemak akibat keleburan pada
suhu tertntu menggunakan dilatometer)
- indeks ini sedang digantikan dengan ukuran
Kandungan Lemak Pepejal (KLP) - ukuran langsung dengan kaedah
spektroskopi SMN (Salunan Magnet Nuklear)
Contoh: Marjerin - kelihatan pepejal, sebenarnya menandungi air terserak di
antara pepejal.
B) Analisis Kimia
i) Nilai iodin (IV)

- ukuran jumlah bilangan ikatan dubel yang wujud di dalam minyak -
ukuran ketaktepuan.
- difinasi: peratus I yang terjerap oleh minyak dan lemak.
- kaedah biasa digunakan wijs (BS 684), atau ISO 3961.
ICI dalam asid asitik dan Ccl4 dicampur dengan sampel minyak - 1 jam.
ICl + -C = C - - C - C -
H Cl
ICI + 2KI KCl + KI + I2
kanji
I2 + 2Na2S2O3 2NaI + Na2S4O6
Result: Bil. gm I terjerap/100 g sampel
2) Nilai asid (Asid value) - AV

- ukuran asid lemak bebas yang terdapat di dalam minyak
- takrifnya: bil. mgm KOH yang diperlukan untuk meneutralkan asid
lemak di dalam 1 gram lemak.
- Penunjuk darjah hidrolisis dan kemerosotan
- Penentuan dengan titratan
1% phenolphatelein
minyak/lemak + KOH
pink dalam hot etanol (95%) (0.1N/0.5N)
AV = 56.1 VP
MV = Isipadu KOH
1) Nilai peroksida (Peroxide value) PV
2H+
ROOH + KI I2 + ROH + H2O
I2 + 2S2O3
2-2 I-+S4O6
2-
PV = V x M x 1000 mEq/kg oil
mm = jisim sampel minyak
V = isipadu S2O3
2-
M = molariti S2O3
2-

Unitnya: millisetara (milliequivalent) peroksida per
kilogram minyak/lemak
PV > 10 mEq/kg - kurang baik
Kelemahan

1) serapan I2 pada lemak tak tepu
2) I2 daripada KI juga dibebaskan oleh O2 dalam minyak
3) penguraian ROOH tinggi pada suhu tinggi
Ujian Asid Thiobarbiturik (TBA)

RCOOH aldehyde (malonaldehyde)
2 TBA + MA TBA - MA
pigmen merah unggu 532 nm
NS N HO N S
OH OH
HN CH - CH = CH + 2H2O

Chromogen
532 nm
minyak + TBA extract pigmen, ukur absorbance 532 nm.
Unit: milligram malonaldehyde per kilogram sampel - TBA nombor.

Kelemahan
1. pigmen lain, 2,4-alkadienal + TBA juga serap pada 532 nm.
2. Bahan uji TBA tak stabil pada suhu tinggi (terurai).
3) Nilai Anisidin(AnV)

- Menilai mutu minyak akibat kemerosotan pengoksidaan.
- mengukur sebatian karbonil
iso-octane
minyak + p-anisidin UV 350 nm
2-alkenal + p-anisidin komplek
OCH3
NH2
+ C = CH - C
R1
R2
HOOCH3
+ H2O
Np-anisidin

Alk - 2 - enal CH
CH
R2 - C - R1
Nilai Totox

Indeks darjah pengoksidaan
TOTOX va;ue = 2 PV + AnV
(Total oxidation)
value
R - COOH 2-alkenal + R - COOH
5. Ujian Kreis
- Ujian kualitatif untuk ketengikan
- uji kandungan epoxy aldehid atau malonaldehyde

diethyl
Sampel + phloroglucinol extract dengan HCl
ether
larutan akuas
merah
ukur
Lovibon
Kaedah Fizikal
1) Konjugated diene
232 - 234 nm
268 nm - triene
2) Fluorescence
3) IR; GC dll.

Rujukan:
1) JAOCS 55, 539 (1978)
2) Analyst 113, 213 (1988

Tidak ada komentar:

Posting Komentar